Gula Pusing-Pusing
BESTMU.CO Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur terletak sekitar 6 km dari Pantai Utara (Pantura) Jawa. Dibagi menjadi 7 dusun yaitu: 1. Dusun Sawo, 2. Dusun Ringin, 3. Dusun Gayam, 4. Dusun Asem, 5. Dusun Palirangan, 6. Dusun Bango dan 7. Dusun Sejajar. Jumlah penduduk kurang lebih 13.000 jiwa dengan luas wilayah 865,134 hektar.
Masyarakat Payaman memiliki karakter religius. Nilai-nilai agama yang bersumber dari Alqur’an, Hadis dan ajaran para ulama dijunjung tinggi. Kemaksiatan, termasuk molimo (minum, main, madun, madat dan maling) amat dibenci. Tidak ada lagi tempat yang dianggap kramat atau angker.
Pelaksanaan ibadah mahdlah seperti shalat berjamaah, Jumat, taraweh, puasa Ramadan, zakat, infak, sadaqah, haji, umrah nampak bergairah dan semarak. Saat Ramadan masjid dan mushala dipenuhi jamaah, terutama saat Isya’ dan shalat taraweh.
Corak ibadah mahdlah/ritual diwarnai oleh faham keagamaan 2 (dua) organisasi besar, NU dan Muhammadiyah. Pusat ibadah ritual ada di beberapa masjid dan mushala. Ada 2 masjid pada 4 dusun yang menyatu dalam satu komplek, yakni masjid Jami’ Baiturrahman yang dikelola NU dan Masjid Al Jihad milik Muhammadiyah. Dusun lain yang terpisah, yakni Dusun Palirangan ada masjid Nurul Iman milik Muhammadiyah. Di Dusun Bango, meskipun dusun kecil juga punya 2 masjid, masing-masing berfaham Nu dan Muhammadiyah. Belum terhitung jumlah mushala di tiap-tiap dusun, baik yang dikelola NU maupun Muhammadiyah.
Kentalnya pengaruh NU dan Muhammadiyah dapat dilihat ketika ada warga Payaman yang meninggal. Bila yang meninggal orang Muhammadiyah prosesi tajhiz (penyelenggaraan janazah) diserahkan Modin Muhammadiyah, jika orang NU yang meninggal menjadi kewenangan Modin NU. Pasca kematian umumnya warga Muhammadiyah tidak menggelar acara tahlilan/selamatan. Berbeda dengan warga NU tahlilan hari ke 1-3, hari ke 7, ke 40 dst menjadi tradisi yang tidak pernah mereka tinggalkan.
Saat tahlilan warga NU, lazimnya warga Muhammadiyah tidak diundang, walaupun kerabat atau tetangga. Antar warga sudah saling memahami. Inilah bentuk toleransi warga NU dan Muhammadiyah dalam masalah khilafiyah.
Disamping ibadah ritual tentu ada ibadah sosial, yakni semua amal yang diizinkan Syari’ (pembuat aturan, Allah swt). Amat banyak macam ragam ibadah sosial, salah satunya menjalin silaturahmi/silaturrahim dan saling memberi atau berbagi antar warga desa. Untuk urusan saling berbagi tidak terikat faham organisasi, tapi berjalan sesuai aturan umum dan berlaku untuk semua.
Terkait ibadah sosial, Payaman punya tradisi unik, tradisi yang berbeda dengan desa/tempat lain pada umumnya. Entah sejak kapan tradisi itu mulai dilakukan di kalangan emak-emak. Tak ada riwayat yang jelas.
Sebut saja tradisi unik itu dengan “Gula Pusing-Pusing”. Pusing-pusing (bahasa Malaysia) artinya keliling atau putar-putar. Hal ikhwal gula pusing-pusing ini ternyata memiliki aturan tak tertulis yang jlimet dipandang dari pikiran kaum laki-laki.
Kenapa kok gula? Ya, karena gula bahan pokok yang paling laris untuk ater-ater (bawaan) untuk anjangsana (tilek) atau ziarah. Gula terkadang ditemani telur, minyak goreng atau mie instan. Kalau beras punya momentum dan forum tersendiri, meskipun terkadang bersanding dengan gula.
Gula biasanya dibawa ketika menjenguk orang sakit, takziah, tilek bayi, tilek nganten, buwoh dhegawe (pernikahan, khitanan) dan ziarah haji/umrah serta acara lainnya.
Ketika ada warga yang hendak haji/umrah atau pulang haji/umrah sanak keluarga dan kenalan berbondong-bondong mendatangi yang hendak haji/umrah atau yang pulang dari tanah suci. Bila emak-emak yang datang tentu malu dengan tangan kososng. Umumnya barang yang dibawa adalah gula dan dimasukkan ke dalam tas. Uniknya kalau ziarah orang mau haji/umrah dan membawa 4 kg gula, tuan rumah harus mengembalilan 2 kg, kalau 3 kg yang dibawa tuan rumah mengembalikan 1 kg. Sedangkan ziarah yang pulang haji/umrah disamping dikembalikan seperti ketentuan diatas tuan rumah harus memberi oleh-oleh berupa barang yang lazim dibawa dari tanah suci, meskipun terkadang di beli di Ampel Surabaya.
Hal yang sama berlaku untuk tilek bayi, tilek nganten, orang sunat dan acara syukuran lainnya. Tilek bayi dan buwuan dhegawe biasanya gula yang dibawa itu yang dikembalikan sebagian tanpa ada tambahan. Tidak ada tambahan karena setelah itu dapat undangan aqiqah atau diantar nasi khas hajatan manten (nasi agak keras plus jangan tewel).
Berbeda ketika menjenguk orang sakit, berapapun gula yang dibawa tidak dikembalikan oleh orang yang dijenguk atau keluarganya. Karena tidak ada yang dikembalikan biasanya kemasan yang dipakai adalah kantong plastik dan sejenisnya.
Khusus takziah mayit, bawaan utama adalah beras dengan wadah bokor atau ember. Pembawanya berpakaian kebaya dan selendang batik untuk bawa beras. Tempo doeloe emak-emak yang gendong bokor, bibir merah, pipi besar sebelah karena dirongga mulut ada susur ( tembakau bulat) dan saat meludah warna merah darah. Sekarang sudah langka!
Gula disebut pusing-pusing karena sudah dibawa untuk sahibul hajjah dikembalikan lagi ke pemiliknya. Saat yang berbeda dengan gula yang sama (hasil pengembalian) si pemilik membawa lagi kepada orang lain, begitu seterusnya. Boleh jadi gula yang pernah di bawakan ke sahibul hajah/tuan rumah suatu saat kembali ke orang yang membawa pertama kali. Maka tidak berlebihan disebut gula gula bingung.
Semangat saling berbagi dan hidup gotong royong adalah budaya pedesaan yang patut dilestarikan, terlebih pada masyarakat religius seperti Payaman. Hal demikian sesuai ajaran Islam sebagaimana sabda Nabi Saw:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« تَهَادَوْا تَحَابُّوا ». سنن البيهقى - (2 / 339)
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai.”
Jamak lumrahnya kalau sesuatu itu sudah diberikan oleh pemiliknya, ya musti diterima dengan senang hati oleh penerima. Kalaupun penerima memberi balik (balasan) lazimnya dengan barang yang berbeda. Ya, semacam tukar-menukar.
Dalam ajaran Islam, pantang pemberi mengharap kembali. Apa lagi jika mengharap pengembalian yang lebih banyak. Soal mendapat balasan yang lebih banyak tanpa ada motivasi mengharap pengembalian saat memberi, itu rezki yang lain. Allah swt berpesan pada utusan-Nya yang berlaku juga buat umatnya. وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ , artinya: dan janganlah engkau (Muhammad) memberi ( dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Sumbur Foto : https://nglinggis-tugu.trenggalekkab.go.id/first/artikel/201-SATGAS-DESA-LAKUKAN-JAGA-DI-TEMPAT-HAJATAN
Tradisi memberi dan dikembalikan langsung oleh penerima, nampak tidak elok dan menyelisihi semangat berbagi dalam tradisi Islam dari zaman ke zaman. Apalagi jika penerima tidak mengembalikan langsung dianggap tidak tahu adat dan jadi pergunjingan emak-emak sekampung.
Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah serta Muslimat dan Fatayat NU sebagai organisasi wanita hendaknya berupaya meluruskan tradisi yang tidak baik ini. Para pimpinan atau pengurus masing-masing Ortom Muhammadiyah dan Banom NU tersebut diharapkan menjadi pelopor perubahan tradisi tersebut. Dengan cara diputuskan bersama dan disosialisakan kepada anggota masing-masing serta diprktekkan. Apabila pengurus menerima pemberian dari orang lain tidak perlu dikembalikan secara spotan dengan barang yang sama. Boleh memberi kembali dengan barang lain. Walahu a’lam bi shawab. (A. Zahri – Galek)
Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah serta Muslimat dan Fatayat NU sebagai organisasi wanita hendaknya berupaya meluruskan tradisi yang tidak baik ini. Para pimpinan atau pengurus masing-masing Ortom Muhammadiyah dan Banom NU tersebut diharapkan menjadi pelopor perubahan tradisi tersebut. Dengan cara diputuskan bersama dan disosialisakan kepada anggota masing-masing serta diprktekkan. Apabila pengurus menerima pemberian dari orang lain tidak perlu dikembalikan secara spotan dengan barang yang sama. Boleh memberi kembali dengan barang lain. Walahu a’lam bi shawab. (A. Zahri – Galek)
Posting Komentar untuk "Gula Pusing-Pusing"
Posting Komentar