Widget HTML Atas


Etika Menggunakan MEDSOS (Part 1)

Oleh : A. Zahri

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ [الحجرات : 6]

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (al-Hujurat:6)

Belakangan ini marak ber-Medsos ria, mulai anak-anak sampai kakek-kakek, orang biasa sampai pejabat tinggi, bila tidak ber-Medsos disebut gaptek (Gagap teknologi). Saking maraknya dan dampak mnegatifnya cukup serius, maka  Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan  fatwa terbarunya  Nomor  24 Tahun 2017 tertangal 13 Mei 2017 tentang Pedoman dan Hukum ber-Medsos.

Foto: dole777 on Unsplash 

Media Sosial menurut fatwa tersebut adalah media elektronik, yang digunakan untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk blog, jejaring sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain. Terlepas dari fatwa tsb. penulis mencoba melihat gejala ber-Medsos dari sudut pandang kajian tafsir Al Hujurat ayat 6 tsb. di atas.

Sabab nuzul ayat ini dijelaskan oleh para mufasir, yang antara satu dengan lainnya uraian mereka  hampir sama, antara lain sebagai berikut:

Setelah perang Bani Mushthaliq dinyatakan selesai dan pemimpin Bani Mushthaliq yang bernama Harits bin Dlirar telah masuk Islam maka Rasulullah saw. memerintahkan Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat dan kelak jika zakat telah terkumpul Rasulullah saw. akan mengambilnya. Harits pun menyatakan kesediaan dan kesanggupannya. Harits kemudian mengajak kaumnya untuk masuk Islam  dan membayar zakat.

Ketika Bani Musthaliq sudah menerima Islam dan zakat sudah banyak dikumpulkan, Rasulullah swa. tidak mengutus orang  untuk mengambil zakat. Maka Harits merasa khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang tidak berkenan di hati Rasulullah saw. yang menyebabkan beliau tidak kunjung mengirimkan utusan.

Setelah melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, Harits merasa harus datang kepada Rasulullah saw, bukan menanti kedatangan utusan beliau yang akan menarik zakat. Dan keberangkatan ke Madinah dipimpin sendiri oleh Harits dan diikuti oleh serombongan tokoh Bani Musthaliq, untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi saw.

Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan Harits. Di tengah Jalan al-Walid melihat Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah. Didasari oleh ingatan akan permusuhan di masa Jahiliyah antara dirinya dengan Harits, timbul rasa gentar (ada bisikan setan)  di hati Al-Walid, jangan-jangan Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan bahwa Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan membunuhnya. Rasulullah saw. tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Harits, ia berkata, “Kami diutus Rasulullah saw. untuk bertemu denganmu. Harits bertanya, “Ada apa?” Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.” Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.” Maka ketika mereka sampai kepada Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat tersebut untuk membenarkan pengakuan Harits.

Dalam tafsir Tobari فَتَبَيَّنُوا diartikan      فَتَثَبَّتُوا, yakni:
فتبيَّنوا بالباء، بمعنى: أمهلوا حتى تعرفوا صحته، لا تعجلوا بقبوله.
meneliti, memeriksa atau klarifikasi, tidak terburu-buru menerima sampai  diketahui kebenarannya. (tafsir Tobari, juz 22 hal. 286)

Sementara Asy-Syaukani di dalam Fath al-Qadir menjelaskan, tabayyun maknanya adalah memeriksa dengan teliti, sedangkan tatsabut artinya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan seraya mengklarifikasi berita dengan realitas yang ada sehingga jelas apa yang sesungguhnya terjadi. Atau dalam bahasa lain, berita itu harus dikonfirmasi, sehingga merasa yakin akan kebenaran informasi tersebut untuk dijadikan sebuah fakta.


Posting Komentar untuk "Etika Menggunakan MEDSOS (Part 1)"